Dahulu, pola komunikasi mobile lebih dominan pada penggunaan SMS dan telepon yang mengandalkan perusahaan GSM (Global System for Mobile Communications) sebagai penyedia jasa layanan komunikasi. Di Indonesia, beberapa provider GSM yang cukup terkemuka adalah Telkomsel, Indosat, dan Excel.
Yang unik dari pola komunikasi yang ditawarkan oleh Blackberry pada saat itu adalah, ia dapat mengatasi kelemahan SMS, terutama dari segi biaya dan fitur. Cukup bayar paket Blackberry Messenger (BBM), kita dapat mengirim gambar dan pesan berkali-kali secara seketika (instant).
Berbeda dengan jalur pesan GSM konvensional, pengiriman pesan teks dikenai biaya Rp.500 dan Rp.2000 untuk pesan multimedia (MMS). Hal inilah yang membuat pola komunikasi menjadi berubah. Dulu jika mengirim pesan dilakukan hanya untuk hal yang penting saja. Kini, pengiriman pesan dapat sampai ke "ngobrol" ngalor-ngidur untuk hal-hal yang tidak penting.
Setelah Blackberry, dengan BBM-nya, muncul pula IM lain dengan inovasi dan fitur baru. Adalah Whatsapp (WA) Messenger yang kemunculannya mampu mengatasi kelemahan yang ada di BBM. Kelemahan utama dari BBM adalah pola komunikasi yang homogen, karena para penggunanya harus memiliki gadget Blackberry.
Berkat Whatsapp, para pengguna gadget lain (Android dan iPhone) dapat saling berkomunikasi tanpa ada batasan gadget dan biaya paket BBM. Bahkan, pengguna Nokia seri jadul yang masih menggunakan sistem operasi Symbian pun dapat menggunaan WA. Cukup koneksi internet via provider GSM atau jalur WiFi, komunikasi dapat berlangsung.
Selain itu, Whatsapp membuang pola persetujuan pertemanan ala Blackberry yang memanfaatkan PIN khusus para pengguna gadgetnya. Cukup dengan memiliki nomor kontak relasi Anda, otomatis Anda dapat langsung menghubunginya via Whatsapp.
Trend komunikasi via IM terus berlanjut dengan bermunculannya aplikasi IM lain yang kian menyempurnakan kebutuhan manusia akan komunikasi. Trend penggunaan layar lebar dapat diadaptasi dengan baik oleh aplikasi IM Line, dengan menyematkan fitur stiker (gambar-gambar lucu) dalam berkomunikasi.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 23 Maret 2015 lalu, statistik perilaku netter di Indonesia tahun 2014 adalah 59,9% orangnya memanfaatkan internet untuk berkomunikasi menggunakan IM.
Hal ini jelas mengubah pola-pola bisnis provider GSM dari tak hanya sebagai penyedia jasa layanan komunikasi konvensional, namun juga menjadi penyedia jasa layanan internet. Perang harga pun berlanjut dan konsumen jadi bebas memilih.
Jika tak mampu mengadopsi trend bisnis ini (baik dari segi fitur, jangkauan, dan harga), provider dapat dipastikan akan ditinggalkan para penggunanya.