Contoh konkretnya, pada PC Windows, Anda menginstall aplikasi tweak dan pembersih CCleaner, dan pada saat proses wizard berlangsung, Anda juga ditawarkan untuk menginstall aplikasi browser Google Chrome. Selain CCleaner, Chrome juga menebeng pada instalasi driver Motherboard PC merk tertentu.
Konteks bloatware lebih kepada software tambahan yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Mungkin berbeda dengan kasus Google Chrome, di mana ia menjadi salah satu browser yang memang diinginkan oleh sebagian orang. Bisa kita bilang Google Chrome merupakan bloatware yang kita sukai, atau sebut saja guilty pleasure (halah).
Contoh konkret yang parah adalah program-program Cina keluaran Baidu. Entah itu tweaker, browser, atau apalah, ia menawarkan program lain yang gencar dilakukan melalui banner-banner iklan di internet. Jika sudah terinstall, akan muncul berbagai pop-up yang menyarankan agar Anda menggunakan versi full atau premium (yang umumnya berbayar) dari produk tersebut.
Bloatware ini ternyata juga bukan sekedar numpang nebeng. McAFee ternyata harus membayar kepada Adobe agar mau menawarkan program mereka kepada pengguna yang akan mendownload software Flash Player. Praktik-praktik nebeng dengan cara membayar ini gencar digunakan Google untuk mempromosikan browsernya.
Hingga sekarang, Chrome akhirnya menguasai pangsa pasar browser internet, menggusur Firefox yang telah sekian lama merajai tahta browser setelah sebelumnya menggeser Internet Explorer milik Microsoft.